Pengikut Hukumnya Mengikuti Sesuatu Yang Dia Ikuti Bagian 2
Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny
Pengikut Hukumnya Mengikuti Sesuatu Yang Dia Ikuti Bagian 2 merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz DR. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. dalam pembahasan Kitab Qawaa’idul Fiqhiyyah (Kaidah-Kaidah Praktis Memahami Fikih Islam). Kajian ini disampaikan pada 27 Syawwal 1440 H / 01 Juli 2019 M.
Kajian Tentang Pengikut Hukumnya Mengikuti Sesuatu Yang Dia Ikuti Bagian 2
Kekurangan atau kesalahan bisa dimaafkan pada hal-hal yang menjadi pengikut meskipun kesalahan yang sama tidak bisa dimaafkan dalam hal-hal yang lain. Ketika dia menjadi mengikut, kekurangan itu tidak menjadi masalah. Berbeda kalau dia menjadi intinya. Ini yang dimaksud dalam kaedah ini.
Ketika kesalahan dalam sesuatu terjadi pada intinya, maka itu akan mempengaruhi hukum boleh atau tidaknya. Tapi kesalahan tersebut hanya terjadi pada pengikutnya, bisa saja dimaafkan. Kaedan ini hampir sama maknanya dengan intinya, bahwa pengikut itu hukumnya mengikuti sesuatu yang dia ikuti.
Di sini kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan yang ada pada pengikut bisa dimaafkan karena mengikuti sesuatu yang diikuti karena yang diikuti sudah benar. Kalau pengikutnya ada kesalahan dan kesalahannya tidak mempengaruhi intinya, maka kesalahan yang ada pada pengikut tersebut bisa dimaafkan.
Contoh dalam kaedah ini -disebutkan dalam buku ini- kalau ada seseorang menjual air susu kambing yang masih berada dalam teteknya, maka ini adalah jual beli sesuatu yang tidak jelas, tidak boleh. Misalnya kita punya kambing yang susunya terlihat banyak di teteknya. Kita katakan, “Saya jual susu kambing saya yang masih ada di tetek tersebut seharga 20rb.” Maka kita katakan jual beli seperti ini tidak boleh. Karena kita tidak tahu susu yang ada di dalam tetek tersebut apakah baik ataukah tidak. Kita juga tidak tahu kadarnya apakah kadarnya banyak ataukah sedikit. Makanya dinamakan jual beli yang tidak diketahui. Ada sesuatu yang tidak pasti di sana. Padahal itu menjadi intinya. Di sini yang diperjual-belikan adalah susunya. Dan ketidakjelasan ada pada susu tersebut. Sehingga ini tidak boleh.
Tapi kalau misalnya ada orang mempunyai kambing yang hampir sama, teteknya besar. Kambing tersebut biasanya harganya 2 juta, tapi karena teteknya kelihatan besar, dia ingin menjualnya dengan harga 2.200.000,-. Karena teteknya besar, dimungkinkan di dalamnya ada banyak susunya. Kalau diperas lagi, nanti ada susunya lagi. Tapi maksud utamanya adalah menjual kambingnya. Maka seperti ini dibolehkan. Karena sisi besarnya atau kemungkinan banyaknya susu pada kambing tersebut hanya sebagai pengikut saja. Sisi ketidakjelasan susu yang ada di tetek tersebut bisa dimaafkan di sini.
Jual beli janin kambing
Contohnya lagi, kalau misalnya ada orang yang punya kambing, kambingnya hamil. Dia tidak boleh menjual janinnya kambing itu. Karena ketika dia menjual janin kambing tersebut, maka di sini masuk dalam jual beli sesuatu yang tidak jelas barangnya, tidak jelas objek yang dijual oleh dia. Karena ketika kambing masih berupa janin, maka seseorang tidak mampu untuk melihatnya, kemudian dia tidak bisa menjamin apakah ketika lahir akan selamat, hidup dengan baik, apakah nanti tidak ada cacatnya, tidak jelas keadaan kambingnya ketika sudah lahir, padahal itulah yang diinginkan. Maka disini dia tidak boleh menjual janin secara terpisah dari induknya. Tapi kalau dia menjual induknya, kemudian menambahkan harga janinnya maka ini tidak masalah. Misalnya kambing tersebut ketika tidak hamil harganyanya dua juta rupiah, ketika ada janin di dalamnya maka harganya menjadi dua juta empat ratus ribu rupiah, maka ini tidak masalah. Hal ini karena jual beli janinnya hanya sebagai pengikut saja, tidak menjadi inti jual beli, inti jual beli adalah pada induknya sedangkan janinnya hanya sebagai pengikut saja.
Jual beli sistem ijon
Termasuk diantara contoh dari kaedah ini -walau tidak disebutkan di buku ini- adalah jual beli pohon. Ketika ada pohon dan ada buahnya, kita tidak boleh menjual buah yang belum keliatan baiknya, belum keliatan buah itu nantinya akan menjadi baik, belum tua, tuanya masih beberapa bulan, ini dinamakan jual-beli sistem ijon. Misalnya ada pohon mangga terlihat bunganya banyak sekali, kemudian pemilik pohon mengatakan “Saya jual buah mangga saya yang sekarang masih berupa bunga, insyaAllah empat bulan lagi akan menjadi mangga yang besar-besar, saya taksir harganya sampai dua juta rupiah untuk satu pohon.” Maka jual beli seperti ini tidak boleh. Kenapa demikian? Karena bunganya belum tentu menjadi berupa mangga, bisa jadi berbunga banyak kemudian turun hujan, kemudian hujan merontokkan semua bunga tersebut. Padahal yang diinginkan adalah buah mangganya, maka prediksi seperti ini masih terdapat unsur jahalah atau ketidakjelasan, sehingga jual beli seperti ini tidak boleh.
Tapi misalnya pemilik pohon tersebut menjual pohonnya, dan di pohon tersebut terdapat buah yang masih kecil-kecil yang umurnya baru sekitar dua pekan, namun dia memperkirakan nantinya buahnya akan menjadi besar-besar, akhirnya dia menjual pohon tersebut lebih dari harga biasanya, maka seperti ini tidak masalah. Karena buah hanya menjadi pengikutnya yang sebenarnya dia menjual pohonnya.
Ini merupakan salah satu contoh dari kaedah yang kita bahas “kekurangan yang ada pada sesuatu yang mengikuti itu bisa dimaafkan, walaupun kekurangan yang sama apabila terdapat pada inti sesuatu itu tidak dapat diimaafkan.” Jual beli sistem ijon, apabila itu menjadi tujuan utama itu tidak boleh, tapi apabila sebagai pengikut saja itu tidak masalah.
Penjual tanah
Saya contohkan lagi, penjual tanah, yang diatas tanah tersebut terdapat buah yang belum matang buahnya/masih kecil-kecil. Ketika menjual buahnya saja yang masih kecil-kecil untuk dipanen ketika sudah besar, ini tidak boleh. Tapi kalau dia menjual tanah sebagai intinya dan pohonnya itu menjadi pengikut saja karena berada di atas tanah tersebut sehingga juga ikut terbeli, maka tidak ada masalah sama sekali disini walaupun dia mengatakan “Saya jual tanah saya namun karena diatasnya ada pohon mangga dan nantinya insyaAllah buahnya banyak, maka saya jual agak mahal sedikit/lebih mahal satu juta atau satu juta setengah.” Maka hal ini tidak masalah sama sekali, karena yang dijual adalah tanahnya, pohonnya hanya sebagai pengikut saja.
Contohnya lagi ada seseorang bersumpah misalnya “Saya bersumpah tidak akan membeli semen, tidak akan membeli batu bata, tidak akan membeli pasir.” Kemudian setelah itu dia membeli rumah, padahal rumah itu mengandung semen, pasir dan batu bata. Ketika dia membeli rumah, maka tidak dianggap sebagai orang yang melanggar sumpahnya. Kenapa demikian? Karena yang dibeli adalah rumahnya, adapun hal-hal yang dia katakan dalam sumpahnya itu hanya sebagai pengikut dalam rumah tersebut. Maka tidak menjadi masalah sama sekali, walaupun sebenarnya dia membeli semen karena rumah tersebut mengandung semen, sebenarnya dia membeli batu bata karena rumah tersebut mengandung batu bata, sebenarnya dia membeli pasir karena rumah tersebut mengandung pasir ketika membuatnya, tapi di sini tidak menjadi intinya dan hanya menjadi pengikutnya sehingga tidak masalah sama sekali.
Inilah makna kaedah dan contoh-contohnya dari kaedah, “kekurangan-kekurangan bisa dimaafkan pada hal yang menjadi pengikut, meski kesalahan atau kekurangan yang sama tidak bisa dimaafkan dalam hal yang lainnya.
Simak pada menit ke-15:31
Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Pengikut Hukumnya Mengikuti Sesuatu Yang Dia Ikuti Bagian 2
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47793-pengikut-hukumnya-mengikuti-sesuatu-yang-dia-ikuti-bagian-2/